Cumasatu.com - Otto Hasibuan, pengacara yang mewakili Jessica Kumala Wongso, menunjukkan niatnya untuk kembali memperjuangkan keadilan bagi kliennya melalui upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin. Upaya ini akan diajukan ke Mahkamah Agung (MA).
Meski begitu, Otto belum membeberkan detail terkait bukti atau alasan spesifik yang akan menjadi fondasi dari pengajuan PK ini.
Namun, ia menegaskan akan segera membagikan informasi tersebut setelah kembali ke Indonesia dari perjalanan luar negerinya.
Jesica dan Otto Hasibuan (Pengacara Jesica) |
Sebagaimana diketahui, Jessica pernah melakukan upaya PK pada Desember 2018, namun sayangnya ditolak oleh MA.
Akibat keputusan tersebut, Jessica harus tetap menjalani hukuman penjara selama 20 tahun. Ketiga hakim agung yang menangani perkara ini saat itu adalah Suhadi, Sri Murwahyuni, dan Sofyan Sitompul.
Sebelumnya, Jessica juga pernah mengajukan upaya kasasi pada tahun 2017, namun sayangnya ditolak. Dalam proses tersebut, Hakim agung Artidjo Alkostar yang kini telah tiada, menjadi salah satu pihak yang memimpin jalannya sidang kasasi.
Artidjo, dalam buku memoarnya 'Artidjo Alkostar, Titian Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan', mencurahkan pengalamannya dalam menangani kasasi Jessica.
Dalam buku tersebut, ia mengisahkan pertemuannya dengan Jenderal Tito Karnavian, Kapolri saat itu, yang pada masa terjadinya kasus, menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
Berdasarkan analisis Artidjo setelah mengamati serangkaian persidangan, dia yakin bahwa Jessica terbukti bersalah.
Sebagai alasan, Artidjo menyatakan bahwa kopi yang berisi racun tersebut telah berada di tangan beberapa individu sebelum akhirnya dikonsumsi oleh korban.
Dari semua pihak yang terlibat, hanya Jessica yang memiliki motif dan hubungan dekat dengan korban.
Tito Karnavian, yang mendengar analisis mendalam dari Artidjo, memberikan apresiasinya dengan menyatakan bahwa dengan kemampuan analisis hakim senior seperti Artidjo, kasus ini menjadi lebih terang.
Seiring berjalannya waktu, kasus ini tetap menjadi sorotan dan perdebatan masyarakat, dan keputusan hukum yang telah diambil diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Ketut Sumedana: Kasus "Kopi Sianida" Telah Lewati Berbagai Tahapan Hukum dan Tak Ada Kekeliruan
Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, tegas menegaskan bahwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh Jessica Wongso telah melalui berbagai tahap pengujian hukum yang ketat.
Oleh karena itu, tidak ada dasar untuk menyatakan ada kesalahan atau kekeliruan dalam putusan hakim terkait kasus tersebut.
"Kasus ini telah melewati lima tahapan pemeriksaan di berbagai tingkat pengadilan; mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, sampai ke Mahkamah Agung. Bahkan, telah dua kali diajukan Peninjauan Kembali (PK)," ungkap Ketut saat konferensi pers di Jakarta.
Belakangan ini, kasus yang dikenal masyarakat dengan sebutan "Kopi Sianida" kembali menjadi perbincangan hangat.
Hal ini dipicu oleh tayangan film dokumenter berjudul "Ice Cold" di platform Netflix. Film tersebut mempengaruhi pandangan publik terhadap kasus yang terjadi sekitar awal 2016 lalu.
Menanggapi hal ini, Ketut, yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, menjelaskan bahwa film tersebut tidak bisa menjadi acuan dalam sistem hukum kita.
"Jaksa penuntut umum sudah berhasil meyakinkan majelis hakim tentang kesalahan Jessica dalam berbagai tahapan persidangan," tegasnya.
Lebih lanjut, Ketut menyampaikan bahwa selama proses persidangan, tidak ada satu pun hakim yang memiliki pendapat berbeda atau Dissenting Opinion.
"Hal ini menunjukkan bahwa bukti-bukti yang diajukan jaksa telah meyakinkan seluruh majelis hakim bahwa Jessica adalah pelaku sejati dalam kasus ini," sambungnya.
Dengan landasan prinsip hukum "Res Judicata pro veritate habetur", yang artinya setiap putusan hakim harus diterima sebagai kebenaran, Ketut meminta masyarakat untuk menghormati proses hukum yang telah berjalan selama hampir tujuh tahun itu.
Dia juga menyerukan agar masyarakat tidak mempolitisasi kasus ini dengan berbagai opini, terutama yang muncul dari film dokumenter tersebut.
"Saya harap masyarakat menghargai proses hukum yang transparan dan sudah disiarkan oleh berbagai media," katanya.
Mengakhiri pernyataannya, Ketut menekankan bahwa setiap pihak yang merasa dirugikan tetap memiliki hak untuk mengambil langkah hukum sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.